Takut Wisuda

Haihooo, sekarang pukul 23.54 di tanggal 06 Mei 2018. Whoa ternyata lama juga saya tidak menulis. Pantes rindu.

Kali ini saya akan membagikan sedikit ketakutan saya akan sesuatu.

Apasih moment yang di tunggu - tunggu setelah 4 tahun atau mungkin 3, 5 tahun menempuh bangku perkuliahan? Apalagi kalau bukan selebrasi tanda berakhirnya masa studi, memakai toga, memakai riasan yang cantik, memakai sepatu dengan hak, didampingi oleh pasangan wisuda, ditatap dengan bangga oleh keluarga, hingga diarak keliling kampus oleh komunitas dan himpunan tempat bernaung. Euforia apalagi namanya kalau bukan? Yap Wisuda!

Teman - teman saya belakangan ini ramai wisuda, semua orang sepertinya bersemangat dan antusias untuk wisuda. mereka mengejar target mereka, dan itu hal yang wajar.

Satu hal yang pasti membuat alis orang yang membaca tulisan ini berkerut, "Ini orang kenapa? Sensi amat sama yang bahagia". Bukan, saya bukan sensi. Saya tegasin lagi kalo saya gak sensi sama sekali, saya justru senang akhirnya teman teman saya wisuda semua dan berarti tinggal saya yang wisuda.

Namun itu pula yang menjadi ketakutan saya belakangan ini, saya sedikit merinding mendengar kata wisuda apalagi yang diucapkan oleh mahasiswa setingkat saya. Mengingat mungkin sekitar 1 tahun atau paling lama 1,5 tahun saya akan berada dan larut dalam euforia wisuda tersebut. Lalu untuk apa kuliah kalau takut di wisuda?

2,5 tahun yang lalu, sebelumnya saya mantap meninggalkan bangku SMA. Saya sudah benar - benar mantap dengan jurusan dan studi yang saya pilih, saya sudah terima baik dan buruknya apapun kondisinya. Semakin lama semakin saya belajar di bangku kuliah ini saya pun mulai menyadari sesuatu, ini adalah bangku terakhir saya dalam pendidikan formal saya. Entah itu nanti akan lanjut studi atau tidak, anggaplah ini tempat terakhir saya belajar sebelum akhirnya saya terjun ke lapangan baik secara langsung maupun tidak. Disinilah awal ketakutan saya muncul, pertanyaan yang selalu saja muncul tiap hari adalah "Setelah ini lo mau jadi apa nes?"

Hal yang wajar apabila kita salah di bangku perkuliahan, toh namanya juga masih belajar " Gakpapa, namanya juga belajar" sehingga stereotipe lebih baik salah tapi berani disini lebih dipegang teguh sama pemegangnya. Namun lain halnya ketika sudah terjun ke masyarakat, stereotipe tersebut tidak dapat seterusnya dimaklumi. Kesalahan kadang tidak ditolelir oleh lapangan, revisi sedikit diomelin, salah sedikit dimarahi seakan kalo lo kerja tuh harus perfect dan kita sudah tidak bisa main main dan tidak bisa seperti di kampus lagi, dan sayangnya saya belum sepenuhnya siap.

Melepas toga saat hari kelulusan itu rasanya seperti "Oke, dengan ini saya sudah siap untuk terjun ke masyarakat dengan segala konsekuensinya". Dan dengan itu pula habit yang sudah terbentuk saat kuliah akan ambyar seee ambyar ambyarnya dan akan tergantikan oleh habit baru yang akan mulai kita susun lagi satu per satu. Setiap hari keluar dari rumah, nyampe rumah lagi harus ngehasilin sesuatu, buat keluarga, buat diri sendiri, buat masa depan.

"Yaudah lu kuliah aja nes terus, kagak usah wisuda". Kuliah itu mahal, sangat mahal. Saya bukan anak se berani itu yang menyia - nyiakan kuliah, karena tahu ayah cari uang pontang panting buat anaknya, siang malem buat anaknya, sehat sakit buat anaknya, sebisa mungkin saya gak extend waktu kuliah. Maka, karena waktu terus bergerak, tak ada kata lain selain SIAP. Dan yakin, kalo Allah sama kita dan kita sama Allah, semuanya akan baik baik aja, Lillahita'alla.

Komentar

Postingan Populer